TUGAS PENDAHULUAN
I. PENGERTIAN SUPPOSITORIA
a. Menurut
FI edisi III hal 32
Suppositoria adalah sediaan
padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut,
melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
b. Menurut
FI edisi IV hal 16
Suppositoria adalah sediaan
padat dalam berbagai bobot bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau
uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
c. Menurut
RPS 18 th hal 1609
Suppositoria adalah bentuk
sediaan padat yang memiliki berat dan bentuk yang bervariasi, biasanya
penggobatan dilakukan dengan dimasukan dalam rektum, vagina dan uretra. Setelah
pemasukan suppositoria akan menjadi lembut atau lunak, melebur dalam cairan
pencernaan.
d. Menurut
Parrot hal 382
Suppositoria adalah suatu bentuk
unit sediaan yang dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina dan uretra.
Suppositoria melebur, melunak, dan melarut dalam suhu tubuh.
e. Menurut
R.Voight hal 281
Suppositoria adalah sediaan
bentuk silindris atau kerucut berdosis dan berbentuk mantap yang ditetapkan
untuk dimasukan kedalam rektum, sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut
dalam lingkungan berair.
f. Menurut
FN hal 333
Suppositorium adalah sediaan
padat, melunak, melumer dan larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara
menyisipkan kedalam rektum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaan, umumnya
berbentuk terpedo.
g. Menurut
Ilmu Meracik Obat hal 158
Suppositoria adalah sediaan
padat yang digunakan melalui dubur berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut,
atau meleleh pada suhu tubuh.
h. Menurut
Ansel hal 576
Suppositoria adalah suatu
bentuk sediaan padat yang pemakaianya dengaan cara memasukkan kedalam lubang
atau celah dalam tubuh dimana ia akan melebur, melunak atau larut dan
memberikan efek lokal atau sistemik.
i. Menurut
Lachman hal 1147
Suppositoria adalah suatu
bentuk sediaan padat yang umumnya dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum,
vagina, dan jarang digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan urektal
biasanya menggunakan pembawa yang meleleh, atau melunak pada temperatur tubuh,
sedangkan suppositoria vaginal kadang-kadang disebut pessaries, juga dibuat
dengan tablet kompressi yang hancur dalam cairan tubuh.
j.
Menurut Dom Hoover hal 163
Suppositoria adalah sediaan
obat padat dengan berbagai ukuran dan bentuk yang penggunaanya dengan
diselipkan kedalam bagian tubuh biasanya melalui rektum, vagina atau uretra.
k. Menurut
Dom Marthin hal 834
Suppositoria adalah sediaan
padat yang diberikan melalui bagian tubuh yakni vagina, rektum, atau uretra.
II. BENTUK-BENTUK SUPPOSITORIA
DAN UKURANNYA
a. Menurut
RPS 18 th hal 1609
1. Suppositoria
rektal
USP membuat Suppositoria rektal untuk dewasa,
runcing pada salah satu atau kedua ujungnya, biasanya berbobot 2 gram. Untuk
anak ½ dari suppositoria dewasa. Obat ini memberikan efek sistemik seperti
sedatif, penenang dan analgesia dilakukan secara suppositoria rektal.
Bagaimanapun penggunaanya secara tungggal mungkin sebagai penggobatan pada
sembelit. Dibagi dalam beberapa tahap berat 2 gram dibuat suppositoria rektal
biasanya digunakan basis Oleum Cacao ketika basis yang lainya digunakan berat
mungkin besar atau lebih 2 gram.
2. Suppositoria
vaginal
USP membuat Suppositoria vaginal biasanya
bentuk bundar atau oval dengan berat ± 5 gram. Obat untuk vaginal tersedia
dalam berbagai bentuk psikis. Misalnya krim cair yang berasal dari konsep dasar
Suppositoria.
3. Suppositoria
uretra
Biasanya dibuat bagian tidak didefenisikan
dengan jelas, baik tentang bobot, ukuran, nilai tradisional berasal dari lemak
coklat sebagai basis, bentuk silindrisnya sebagai berikut diameter 55mm,
panjang untuk wanita 50 mm, berat 2 gram untuk wanita dan pria 4 gram.
b. Ansel
hal 576-577
1. Suppositoria
rektal
Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam,
peluru, torpedo atau jari-jari kecil. Ukuran panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi).
Amerika menetapkan beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang
digunakan sebagai vasis. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya
½ dari ukuran dan berat orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.
2. Suppositoria
vagina
Biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti
kerucut sesuai dengan kompendik resmi, beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum
cacao, sebab lagi tergantung pada macam basis dan masing-masing pabrik yang
membuatnya.
3. Suppositoria
uretra (Bougie)
Bentuk ramping seperti pensil, gunanya untuk
dimasukan kedalam lambung urine/saluran urine pria atau wanita 1 garis tengah
3-6 mm dengan panjang ± 140 mm. Walaupun
ukuran ini masih bervariasi antar yang satu dengan yang lain apabila basisnya
dari oleum cacao, maka beratnya ± 4 gram untuk wanita panjang dan beratnya ½
dari ukuran untuk pria. Panjang kurang lebih 78 mm dan beratnya 2 gram inipun
bila oleum cacao sebagai basisnya.
c. Dom
Hoover hal 163
1. Suppositoria
rektal
Biasanya berbentuk silinder, bulat atau
terpedo, bentuk silinder berdiameter ¼ dari jarak dasar dan biasanya mengecil
pada ujungnya dan bentuk ini meruncing setelah dimasukan kedalam rektum,
memiliki ukuran yang bervariasi untuk dewasa berat normalnya 2 gram, sedangkan
untuk anak-anak kurang dari 2 gram.
2. Suppositoria
vagina
Bentuk oval biasanya beratnya berkisar 5
gram, tetapi tergantung dari produksinya. Obat ini dimetabolisme didalam vagina
dimaksudkan untuk efek lokal dan efek sistemik.
3. Suppositoria
uretra
Memiliki tiga rute dalam kerjanya, rute ini
menghsilkan aksi lokal, biasanya denga anti injeksi, suppositoria ini panjang
dan bulat, panjangnya sekitar 60 mm dan diameternya 4,5 mm.
d. Parrot
hal 382
1. Suppositoria
rektal
Bentunya kerucut atau silindris dan lonjong,
rektal suppo beratnya 1,2 gram, panjang ± 30 mm, berdiameter 10 mm.
2. Suppositoria
vagina
Berbentuk bundar atau oval, beratnya
bervariasi dari 3 – 9 gram.
e. Dom
Martin hal 844 – 845
1. Vagina
Suppositoria
Berbentuk globular dan ukuran berat sekitar 5
gram contoh komersil adalah besarnya bervariasi sesuai dengan bentuk dan ukurannya.
Penggunaan dari Suppositoria vaginal adalah biasanya dimaksudkan untuk
memperoleh efek lokal. Zat aktif yang mana merupakan kebiasaan dalam cara
memasukan pada keadaan infeksi. Walaupun rute ini hampir setiap digunakan untuk
absorbsi sistemik dari obat ini menjaga pikiran bahwa absorbsi sistemik dapat
terjadi.
2. Uretra
Suppositoria
Seperti rute dari suppositoria dalam United
states adalah lewat uretra. Sebagai mana dengan suppositoria vagina, rute
dibatasi untuk obat aksi lokal biasanya untuk obat anti infeksi pada keadaan
ini, basis untuk Suppositoria uretra adalah PEG dan cairan gliserin dan
gelatin. Suppositoria ini adalah runcing, berbentuk batang, ukuran tubuh 5 mm dengan
panjang diameter dan panjang 60 mm.
f. Menurut
FI edisi IV hal 16 – 17
1. Suppositoria
rektal
Untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau
kedua ujungnya dan biasanya berbobot ± 2 gram.
2. Suppositoria
vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan
berbobot ± 5 gram.
g. Menurut
Lachman hal. 564
Suppositoria rektal untuk
dewasa berbobot sekitar 2 gram dan biasanya diruncingkan bentuk torpedo.
Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan menyerupai bentuk torpedo.
Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan mempunyai ukuran kecil.
Suppositoria vaginal
berbobot sekitar 3 sampai 5 gram dan biasanya dicetak globular atau bentuk oval
atau dikempa sebagai tablet menjadi bentuk kerucut atau adifikasi.
Suppositoria uretra kadang
disebut bougies, berbentuk pensil dan dituliskan untuk maksud tertentu.
Suppositoria uretra untuk pria berbobot sekitar 4 gram tiapnya dan panjangnya
100-150 mm, untuk wanita 2 gram tiapnya dan biasanya 60-75 mm.
III. EFEK TERAPI SUPPOSITORIA
a. Menurut
Ansel hal 16 – 17
1. Aksi
lokal
Begitu dimasukKan, basis suppositoria meleleh,
melunak atau melarut menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan
didaerah tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut
untuk efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorbsi untuk
mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal
dan paling sering digunakaan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit,
iritasi rasa gatal dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal
lainnya. Suppositoria vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal, digunakan terutama
sebagai antiseptik pada higiene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi dan
menyerang penyebab penyakit.
2. Aksi
sistemik
Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum
dan vagina memungkinkan absorbsi dan kebanyakan obat yang dapat larut walaupun
rektum sering digunakan sebagai tempat absorbsi secara sistemik, vagina tidak
sering digunakan untuk tujuan ini. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau
pemakian melalui rektum mempunyai beberapa kelebihan dari pada pemakian secara
oral, yaitu :
1) Obat
yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas enzim dan
lambung.
2) Obat
yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan rangsangan.
3) Merupakan
cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah, dan lain sebagainya.
b. Menurut
Lachman hal 1184 – 1186
1. Suppositoria
untuk efek sistemik
Pemilihan basis suppositoria yang mungkin
dikehendaki harus dibuat misalnya dengan memilih basis-basis yang disarankan.
Avaibilitas dan harga basis suppositoria harus diperhitungkan sebelum
pengerjaan formulasi digunakan.
2. Suppositoria
untuk efek lokal
Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya
tidak diabsorbsi misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal, antipiretik,
basis-basis, yang digunakan untuk obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi. Lambat
meleleh dan lambat melepaskan obat-obat sistemik. Efek lokal umumnya terjadi
terjadi dalam waktu ½ jam (30 menit) paling sedikit empat.
c. Menurut
Dom Hoover hal 167
1. Aksi
lokal
Obat-obat pada pemakian dubur biasanya ditujukan
pada pengobatan heporoid. Sekarang seperti pruritus, infeksi bakteri, dan suppositoria
digunakan untuk berbagai keadaan radang kronik dan biasanya efek sediaan suppositoria
rektal dimaksudkan untuk aksi lokal meliputi anestesi lokal, adstrigen,
antiseptik, dan lain-lain.
2. Aksi
sistemik
Rektum
merupakan jalur untuk peredaran obat-obat dengan aksi sistemik, terjadi
suplai darah dan difusi yang lambat dari obat melalui rektal dan adsorbsi obat.
d. Menurut
Scoville’s hal 968
Suppositoria tidak hanya
digunakan untuk aksi lokal, tetapi juga memberikan obat untuk menghasilkan efek
sistemik ketika bahan obat dihasilkan dalam betuk suppositoria diabsorbsi
secara lambat dan menghasilkan aksi terapeutik lebih panjang masa waktunya. Contoh
bahan yang diberikan secara rektal untuk aksi sistemik termasuk sulfanamid,
merkurium dan opium antispasmodik seperti aminophylin dan pelicin lebih disukai
kombinasi dari aksi lokal obat, sulfonomida untuk mencegah formasi pelicin dari
organisme kolon.
IV. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
a. Menurut
Ansel hal 579
1. Faktor
Fisiologi
Rectum manusia panjangnya ± 15 – 30 cm. Pada
waktu kosong, rectum hanya berisi 2 – 3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam
keaadan istirahat, rectum tidak ada gerakan vili dan microvili pada mukosa
rectum. Akan tetapi terdapat vaskularisasi adsorbsi obat dan rectum adalah
kandungan kolon, jalur sirkulasi dan pH serta tidak adanya kemampuan mendapat
cairan rectum.
a) Kandungan
Kolon
Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria
yang mengandung obat absorbsi yang lebih besar, lebih banyak terjadi pada
rectum yang kosong dan rectum yang dikembungkan oleh fases ternyata obat lebih
mengabsorbsi dimana tidak ada fases.
b) Jalur
Sirkulasi
Obat yang diabsorbsi melalui rectum tidak
seperti obat yang diabsorbsi setelah pemberian secara oral. Tidak melalui
sirkulasi porta, sewaktu didalam perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam hal ini
obat dimungkinkan dihancurkan didalam hati.
c) pH
Tidak adanya kemampuan mendapat dari cairan
rektum karena cairan rectum pada dasarnya pada pH 7 – 8 dan kemampuan mendapat
tidak ada, maka bentuk obat yang digunakan lazimnya secara kimia tidak berubah
oleh lingkungan rectum.
2. Faktor Fisika – Kimia
a) Kelarutan lemak – air
Suatu obat lifofil yang
terdapat dalam suatu basis.
Suppositoria berlemak dengan
konsistensi rendah memiliki
kecenderungan yang kurang untuk melepaskan
diri dari kedalam cairan sekelilingnya. Dibandingkan jika tidak ada bahan
hidrofilik pada bahan/basis berlemak
dalam batas-batas untuk mendekati jenuhnya.
b)
Ukuran Partikel
Semakin
kecil ukuran partikel, semakin mudah larut dan lebih besar kemungkinan untuk
lebih cepat diabsorbsi.
c) Sifat
basis
Basis
harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya pelepasan kandungan obatnya
untuk diabsorbsi. Apa bila terjadi interaksiantara basis dengan lelehan lepas,
maka adsorbsi akan terganggu atau malah dicegah.
b. Menurut
Lachman hal 1184 – 1186
1. Faktor
fisiologis
1) Sirkulasi
darah
Sejumlah obat tidak dapat dibiarkan secara
oral oleh karena obat-obat tersebut dipengaruhi oleh getah pencernaan atau
aktivitas terapeutiknya diubah oleh hati setelah diabsorbsi. Setelah obat
diabsorbsi dari usus halus akan dibawah
oleh vena porta hepatika ke hati. Hati mengubah sebagian besar obat yang sama
dapat diabsorbsi dalam daerah anarektal dengan nilai terapeutiknya masih
dipertahankan. Vena hemoroid yang lebih atas tidak berhubung dengan porta yang
menuju hati. Dilaporkan bahwa lebih separuh 50-70% obat yang diberikan secara
rektal tarabsorbsi secara langsung ke dalam sirkulasi umum.
2) pH
Mempunyai peranan dalam mengendapkan laju
absorbsi obat yang berarti schaneler melaporkan bahwa kolon tikus mempunyai pH
kira-kira 6,3 suatu pH yang sedikit lebih asam dari semula. Hal ini
mengakibatkan obat-obat yang terlarut menentukan pH di daerah anorectal.
Schaneler mengatakan bahwa asam dan basa yang lebih akan lebih lemah , akan
lebih mudah terionisasi.
3) Keadaan
fisiologi kolon
Jumlah dan sifat kimia cairan-cairan dan
padatan-padatan yang ada mempengaruhi absorbsi obat. Jika kandungan dubur
banyak diabsorbsi obat akan lambat.
4) Keadaan
membran mukosa rectal
Dinding membran diselubungi oleh lapisan
mukosa yang relatif kontinyu/tebal yang bertindak sebagai penghalang mekanik
untuk jalannya obat melalui pori-pori dimana terjadi absorbsi melalui usus
kecil dan usus besar hampir tidak berbeda dengan obat yang diabsorbsi obat
melalui usus kecil dan besar , rasanya tidak memungkinkan suatu obat yang telah
melewati usus kecil dan akan diabsorbsi secara bermakna melalui kolon.
2. Faktor
fisika-kimia
Urutan peristiwa menuju absorbsi obat melalui
daerah anorectal adalah obat dalam pembawa masuk dalam obat dalam cairan hal
ini cairan kolon kemudian diabsorbsi
oleh mukosa rectal. Agar obat dapat diabsorbsi obat tersebut harus dilepas dari
suppositoria dan didistribusikan oleh cairan disekitarnya pada tempat-tempat
absorbsi dengan melarutkan dalam cairan maka terdapat kontak yang luas dan obat
dengan dinding lumen sehingga shingga meningkatkan kontak obat dengan sebagian
besar tempat-tempat absorbsi.
1) Sifat
basis
Suppositoria yang dipengaruhi oleh adsorbsi
obat.
2) Bahan
penambahan/adjuvan
Didalam formula suppositoria dapat
mempengaruhi adsorbsi obat melalui perubahan sifat reologi dari basis tersebut
pada temperatur kamar. Atau dengan mempengaruhi disolusi obat dalam dalam media
sedian obat tersebut, dalam basis tipe emulsi, terlihat bahwa pelepasan
sejumlah obat yang larut dalam air meningkat dengan meningkatnya kandungan air dari
basis tersebut. Dan bahwa laju obat yang dilepaskan dapat diperpanjang dengan
penambahan suatu polimer, air, penambahan koloid silikon, oksida yang
hidrofilik pada Suppositoria dengan basis berlemak. Mengubah sifat reologi
massa tersebut. Salisilat ternyata dapat memperbaiki adsorbsi rectal dari
antibiotika yang larut dalam air dalam basis hidrofilik.
c. Menurut
Dom Hoover hal 165 – 166
1. Faktor
fisiologi
Rectum merupakan pintu terakhir dari usus
dimulai dari sigmoid dan diakhiri di anus. Panjang 15 cm, normalnya dalam
keaadaan kosong sejumlah kecil dari mukosa yang mana rata-rata sekitar 2 ml dan
pHnya 7,4. Rectum diabsorbsi dari jonjot usus halus/vili. Akan tetapi
terdisfusi dengan cepat dan melewati secara berlaha-lahan masuk kedalam tubuh
pada umumnya cairan limpa yang diterima yang diterima lebih lambat daripada
aliran vena. Kemudian tidak berdifusi untuk mengangkut obat dari rectum, akan
tetapi dalam hal ini ditemukan sulfonamida sedikit lebih disirkulasi melalui
limpa dinding vena dari rectum ada 3 yaitu :
1) Vena
hemoroid infektor yang dekat dengan ahalstingter
2) Vena
hemoroidal tengah yang menerima darah dari pembulu kapiler pada bagian tengah
dari rectum.
3) Vena
hemoroidal superior yang berada pada rectum pada bagian atas.
2. Faktor
Fisika – Kimia
Dalam pemilihan tipe dari basis suppositoria
yang digunakan untuk banyak bahan partikel terapeutik. Faktor kelarutan lemah
air harus dipertimbangkan karena berhubungan dengan pelepasan dan intensitas
lokal. Umumnya obat larut minyak dicampurkan dalam basis berminyak sehingga
laju adsorbsi kurang lebih dibandingkan dengan bila berada dalam basis yang
larut air. Obat-obat yang larut minyak cenderung untuk melarut sebagian didalam
minyak dengan menghasilkan dari pencairan suppositoria dan memiliki tundensi
yang minimal untuk keluar dari medium cairan dan sekresi mukosa dan tempat
dimana dan akan diabsorbsi. Obat-obat yang larut cenderung untuk melewati lebih
cepat dari fase minyak menuju fase air. Oleh karena itu bila kecepatan opset
aksi adalah cepat, maka kelarutan dalam air dan obat dalam basis dari minyak
harus diseleksi.
V. ALASAN PENAMBAHAN BAHAN
a. Menurut
Parrot hal 382
Berdasarkan keaadan pasien, yaitu pada pasien
yang tidak dapat menelan obat secara oral dan lainya.
b. Menurut
Ansel hal 578
Dalam berbagai obat terdapat bahan yang
dirusak oleh lambung sehingga tidak dapat memberi efek.
c. Menurut
Ansel 579 – 581
Bahan obat yang masuk tidak mengalami
metabolisme dihati.
d. Menurut
Lachman hal 1148 – 1149
1. Sediaan
Suppositoria memberikan lebih cepat.
2. Sediaan
ini mengiritasi saluran pencernaan.
VI. PEMBAGIAN BASIS
a. Menurut
Ansel hal 582 – 589
1. Basis
berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling
banyak dipakai, karena pada dasarnya olium cacao termasuk kelompok ini, utama
dan kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainya. Diantara bahan
berminyak atau berlemak lainya yang biasa digunakan sebagai basis Suppositoria.
Macam-macam asam lemak yang dihidrogenesis dari minyak nabati seperti minyak
palem dan minyak biji kapas, juga kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan
minyak gliserin dan asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat
dan asam stearat, mungkin ditemukan dalam basisi Suppositoria berlemak.
Campuran yang dimikian seperti gliserol dan monostearat merupakan contoh dari
kelompok ini.
2. Basis
yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air. Air merupakan
kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah gelatin dan gliserin dan basis
policahenilikol, basis gelatin, gliserin paling sering digunakan dalam
pembuatan Suppositoria vagina dimana memang diharapkan efek setempat yang cukup lama usus.
3. Basis lainya
Dalam kelompok basis ini termasuk campuran
bahan bersifat seperti lemak yang larut dalam air dan bercampur dengan air,
bahan-bahan ini mungkin
memebentuk zat kimia atau campuraan fisika.beberapa diantaranya berebentuk
emulsi, umumnya dan tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam
cairan besar. Salah satu dari bahan ini adalah polioksil 40 starat suatu zat
aktif pada permukaan digunakan dalam sejumlah basis Suppositoria dalam
perdaganggan.
b. Menurut
R. Voight hal 283
1. Minyak
coklat
Diperoleh dari pergeseran biji masak tanpa
bungkus dan telah disegrasi dati Theobroma cacao. Lemak coklat
bersifat netral secara kimia dan fisiologi sertabanyak digunakan, mengingat
daerah suburnya (31-34ºC) pada suhu kamar, bentuk lemak coklat mantap. Mentega coklat
merupakan campuran trigliserol, kira-kira 78% adalah gliserol-1-palmiat-2-oleat-3-stearat,
gliserol-1-3-stearat-2-oleat, dan gliserol-3-palmiat-2-oleat, sisanya adalah
komposisi berbagai campuran trigliserol. Suppositoria coklat memeiliki tampak
luas yang menarik, cepat lebur pada suhu tubuh.
2. Lemak
keras
Lemak keras ini terdiri atas campuran mono-di-dan
trigliserida asam-asam lemak jenuh C80H21COOH sampai C10H10COOH.
Untuk membuat digunakan lemak tumbuhan dari
butir kelapa sawit yang mempunyai kandungan asam lemak tumbuhan yang
tinggi. Produk semi sintetik ini didominasi oleh asam lemak berwarna putih,
mudah patah, tidak berbau, tidak terasa dan tidak memiliki kecenderungan yang
amat rendah untuk menjadi tengik (angka oli paling tinggi 3, angka iod untuk
lemak coklat 35 – 39 ). Harga viskositas leburan lemak coklat terletak sedikit
lebih tinggi daripada lemak keras, massanya padat larut air, melebar pada suhu
33,5 – 35,5 ºC.
3. Polietilenglikol
C massa melebur suhu tinggi (larut air)
Kelarutan Polietilenglikol berdasarkan atas
pembentukan jembatan hidrogen antara oksigen eter dengan molekul air.
Polietilenglikol yang melebur jauh diatas suhu tubuh. Harus larut dalam air
usus yang terdistribusi diatas 16 – 20 cm panjang rectum. Massa
Polietilenglikol dengan daerah lebar rendah (47 – 49 ºC) dan terlarutkan yang
paling baik dimiliki oleh komposisi campuran Polietilenglikol 1000
(Suppositoria) dengan PEG 4000 (Suppogen 0).
4. Gliserol-Gelatin
(Massa clastin larut air)
Gelatin adalah makromolekul amfoter (protein)
yang dibangun dari asam amino. Asam aminonya adalah glikol, alanin, sifat
gelatin dibawah titik isoelektrisnya atau kation aktif diatasnya bersifat anion
aktif. Gelatin mengembang dalam air, larut dalam pemanasan dan membentuk gel
elastis.
c. Menurut
Scoville’s hal 371
1. Theobroma
0,1 (Lemak Cacao)
Basis ini sering digunakan untuk Suppositoria
rectal, berasal dari tanaman Theobroma cacao atau tanaman coklat,
lemak coklat kering. Pada temperatur biasa (suhu kamar), tetapi mencair pada
suhu 86 ºF (30-35 ºC). Ketika lemak coklat meleleh atau meleleh kemudian
memadat, titik lelehnya berada beberapa derajat dibawah normal dan suhu proses pmenjadi tengik, mencair
ketika bercampur dengan cairan tubuh.
2. Polietilenglikol
Polietilenglikol dibentuk dari polimerisasi
etil oksida, dalam rantai panjang Polietilenglikol dengan berat molekul yang
berbeda bercampur menghasilkan Suppositoria yang dapat larut dengan air dan
cepat disekresikan kedalam mukosa.
3. Basis
lain
Minyak hidrogenal seperti biji palem
hydrogenal, biji kapas atau minyak kacang adalah lemak putih semi padat
digunakan sebagai suppositoria pada keadaan basis lembut karena kenaikan
tempertur dihasilkan dengan penambahan spermacetil
4. Menurut
Parrot hal 383 – 385
Minyak Theobroma atau minyak cacao atau
coklat
Trigliserida
Gliserin-Gleati
Polietilenglikol
5. Menurut
Lachman hal 1168 – 1172
1) Minyak
coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak digunakan, minyak coklat
seringkali digunakan dalam resep-resep pencampuran baha-bahan obat bila
basisnya tidak dinyatakan apa-apa, sebagian besar sejak minyak coklat memenuhi
persyaratan basis ideal karena minyak ini tidak berbahaya, lunak dan tidak
reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh. Minyak coklat merupakan
trigliserida dengan rantai-rantai trigliserida
utama yaitu oleoval mitosfearin dan oleo distearin, minyak coklat
berwarna putih kekuningan, padat, merupakan lemak antara 30 ºC dan 35 ºC (85 –
95 ºF). Angka idealnya antara 34 – 38 ºC harus disimpan ditempat dingin, kering
dan terlindung dan angka asamnya lebih dari 4 karena minyak coklat mudah
mencair dan menjadi tengik maka harus terlindung dari cahaya.
2) Pengganti
Minyak Coklat
Mekanisme pembuatan suppositoria seperti
kelemahan yang menjadi sifat coklat, telah merangsang penelitian pengganti
minyak coklat yang sesuai memuaskan dapat mempertahankan sifat minyak coklat
yang dikehendaki dan melakukan upaya untuk menghapuskan kelemahannya.
3) Basis
Suppositoria Khusus
Karakteristik tertentu yang biasanya
dipertimbangkan dalam memilih suatu basis suppositoria adalah :
a) Interval
yang sempit, antara titik leleh dan titk memadat.
b) Kisaran
leleh yang tinggi ( 37 ºC – 41 ºC).
c) Kisaran
meleleh lebih rendah ( 30 ºC – 34 ºC) bila zat tersebut ditambahkan dengan
basis suppositoria atau sejumlah besar zat padat lokal yang merupakan
karakteristik yang penting bagi suppositoria dengan shelf-life yang lama.
4) Basis
Suppositoria Hidrofilik
a) Suppositoria
Gliserin
Formula ini sering kali digunakan dalam suppositoria
vaginal. Yang dimaksudkan untuk penggunaan efek lokal dari zat anti mikroba
suppositoria melarut perlahan untuk memperpanjang aktifitas obat tersebut
karena gliserin bersifat higroskopik, maka suppositoria dikemas dalam bahan
yang dapat melindunginya dari kelembaban disekelilingnya. Suppositoria gelatin
yang mengandung gliserin membantu pertumbuhan bakteri atau jamur, karena itu suppositoria
disimpan dalam tempat dinggin dan sering kali mengandung zat-zat yang
menghambat pertumbuhan mikroba.
b) Berbagai
Polietilenglikol
Suppositoria Polietilenglikol dapat dibuat
dengan pencetakan maupun metode kompressi dengan suatu campuran 6% Heksatiesol
1.2.6 dengan polietilenlikol 1540 dan 12 % polimer. Polietilen oksida 4000
merupakan basis yang sesuai terutama untuk teknik kompressi dingin.
VII. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
SUPPOSITORIA
· Keuntungan :
1. Menurut
R.Voight hal 282
a. Tidak
merusak lambung
b. Tanpa
rasa yang tidak enak (kemualan)
c. Mudah
dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit menelan dan
sebagainya.
d. Pemakaian
suppositoria pada umumnya tidak menimbulkan rasa sakit.
2. Menurut
Ansel hal 579
a. Obat
yang masuk dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim dalam lambung atau
perlu dibawa untuk masuk ke dalam lingkungan merusak ini.
b. Obat
yang merangsang lambung dapat dibiarkan tanpa menimbulkan perangsangan.
c. Obat
yang dirusak dalam partal dapat melewati hati setelah diabsorbsi pada rectum.
d. Cara
ini lebih sesuai digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak yang tidak dapat
atau tidak mau menelan obat.
3. Menurut
FI edisi IV hal 16
Suppositoria dapat bertindak sebagai
pelindung-pelindung ditempat sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal
dan sistemik.
4. Menurut
Parrot hal 582
- Suppositoria
digunakan untuk efek lokal dan sistemik
- Obat
dan produk yang memualkan bagi orang yang lemah seringkali lebih tepat dalam
bentuk suppositoria.
5. Menurut
Scoville’s hal 3086
- Suppositoria
tidak hanya digunakan aksi lokal terapi juga dari pemberian obat untuk efek
sistemik.
- Pada
dosis yang sedikit pada rektum menghasilkan penyerapan dari bahan-bahan yang
dapat larut dengan efek yang masuk lambung ke dalam sirkulasi vena.
- Obat
dalam bentuk sediaaan ini sangat berguna dalam keadaan dimana obat tidak dapat
ditoleransi dengan mulut sebab pasien menjadi lemah atau muntah dengan beberapa
alasan ini pemberian lokal ini memberikan kontra indikasi.
6. Menurut
Lachman hal 1148
Suppositoria rectal juga digunakan untuk efek
sistemik dalam kondisi dimana pemberian obat secara oral tidak akan ditahan
atau diabsorbsikan dengan cepat seperti dalam keadaan mual yang hebat dan
muntah pada palalisys ileus.
7. Menurut
RPS 18th hal 1609
Suppositoria dalam khusus pemberian obat yang
tepat kepada yang tua dan muda.
·
Kerugian
1. Menurut
Lachman hal 1151-1153
- Dinding
membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan yang dapat bertanduk
sebagai pengahalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori.
- Suatu
obat yang sangat sukar larut larut dalam minyak.
2. Menurut
R. Voight
Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering
, dingin) tidak dilindungi dari cayaha, bebas udara disimpan dalam bentuk
terpasang tidak sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.
3. Menurut
Ansel hal 579
Dosis obat yang digunakan melalui rectum
mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada yang dipakai secara oral
tergantung pada faktor-faktor kedalam tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat
dari kemampuan obat melewati penghalang fisiologis , untuk diabsorbsi dan sifat basis suppo yang dimaksudkan untuk
obat-obat sistemik efek lokal umumnya terjadi dengan bentuk/waktu setengah jam
sampai sedikit 4 jam.
4. Menurut
RPS hal 14
Kecuali bila terpaksa dan diperlukan untuk
hal-hal tersebut untuk pemberian obat dalam sentuk suppositoria untuk mendapat
efek sistemik kurang merugikan karena :
- Absorbsi
obat dari suppositoria tidak konsisten
- Cairan
dalam rectum relatif sedikit dibandingkan dengan cairan saluran cerna (lambung
dan usus) kekurangan cairan dalam rectum menghambat proses desintegrasi dan
absorbsi.
- Difusi
/absorbsi obat melalui mukosa rectum terbatas.
VIII. SYARAT BASISI YANG IDEAL
a. Menurut
Scoville’S hal 370-371
Dari segi pandang
pada formulasi basis suppositoria ideal seharusnya : stabil, mudah dalam
penuangan, menjadi keras pada pendinginan dengan cepat, tidak membutuhkan
lubrikan pencetakan, mempunyai penampilan yang baik, cocok dengan semua obat.
Dari sudut pandang dari absorbsi obat pada basis seharusnya netral dalam
reaksi, tidak iritasi, kehadiran dari obat dalam mengabsorbsi bentuk sangat mudah,
melunak lengkap atau larut pada suhu tubuh dalam rektum dengan 30 mm dan tidak
bocor pada rektum.
b. Menurut
R. Voight hal 283-284
1. Secara
fisiologis netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus ini dapat ditimbulkan
dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan terlalu besar , tetap juga
peracikan dari bahan obat yang tidak cukup terhaluskan.
2. Secara
kimia netral (tanpa tidak tersatunya bahan obat)
3. Tanpa
alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
4. Interval
yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan ini pembentukan yang
cepat dan massa dalam pembentukan kontrasibilitas yang baik , pencegah suatu
pendingin es dalam pembentuk.
5. Interval
yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih.
6. Viskositas
yang memadat (pengurangan lebih lanjut dari sedimentasi bahan obat tersuspensi,
tinggi ketetapan tekanan)
7. Sebaiknya
suppositoria dalam beberapa menit melebur pada suhu tubuh atau melarut
(persyaratan untuk kerja obat)
8. Pembebasan
obat yang baik dan reabsorbsinya.
9. Daya
tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan pewarnaan, pengerasan,
ketetapan bentuk dan daya patah yang baik).
c. Menurut
Lachman , hal 1168
1. Telah
mencapai kesetimbangan kristalivitas dimana komponen mencair dalam temperatur
rectum (360C)
2. Tidak
toksik dan tidak mengiritasi jaringan yang peka dan meradang
3. Dapat
bercampur dengan berbagai jenis obat.
4. Basis
suppositoria tersebut tidak mempunyai bentuk meta stabil (tidak berubah bentuk
dalam keadaan semula pada saat pelelehan)
5. Basis
suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan
6. Basis
suppositoria mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi
7. Basis
suppositoria tidak merangsang
8. Angka
air tinggi maksudnya persentase air yang tinggi dapat dimaksudkan kedalamnya.
9. Stabil
pada penyimpanan maksudnya warna, bau dan pola pelepasan obat
10. Tidak
mempunyai efek obat
11. Dapat
dibuat suppositoria dengan tangan mesin kompressi atau akstruksi
d. Menurut
RPS 18th hal 1610
1. Basis
compatible dengan beberapa obat.
2. Meleleh
atau tidak larut dalam cairan rektal.
3. Harus
stabil pada penyimpanan tidak harus mengikat tapi melepas atau absorbsi obat.
4. Tidak
beracun dan tidak teriritasi dalam membran mukosa
5. Cepat
bercampur dengan berbagai macam obat.
e. Menurut
Ansel , hal 581
Basis selalu padat dalam suhu ruangan tetapi
akan melunak , melebur atau melarut mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang
dikandungnya dapat sepenuhnya didapat setelah dimaksukkan.
f. Menurut
FI edisi III 32
Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau
meleleh pada suhu tubuh.
IX. METODE PEMBUATAN
SUPPOSITORIA
a. Menurut
Lachman hal 1179
1. Metode
dengan Tangan
Metode pembuatan suppositoria
yang paling sederhana dan yang paling tua adalah dengan tangan. Yakni dengan
menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat
aktif menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk
dengan bahan aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau
kadang-kadang dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk mempermudah
penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung menjadi satu barang silinder
dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki atau menjadi bola-bola vaginal
sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang silinder dipotong menjadi beberapa
bagian kemudian salah satu ujungnya diruncingkan.
2. Mencetak
kompressi
Suppositoria yang lebih seragam dengan cara
farmasetik dapat dibuat dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu
bentuk yang dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu bistor pada
massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga massa terdorong masuk
ke dalam cetakan.
3. Metode
Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada
suppositoria skala kecil dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan
basis diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk
menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif
diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
4. Metode
Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penanganan,
pendinginan) dan pemindahan dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian,
pengeluaran dan pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis. Pertama-tama
massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu corong pengisi dimana massa
tersebut secara kontinyu dicampur dan dijaga pada temperatur konstan.
b. Menurut
Ansel hal 585
1. Pembuatan
dengan cara cetak
Langkah-langkah dengan cara percetakan
termasuk :
- Melebur
basis
- Mencampur
bahan obat yang diinginkan
- Menuang
hasil leburan ke dalam cetakan
- Membiarkan
leburan menjadi dingin dan membuat menjadi suppositoria
- Melepaskan
suppositoria
2. Pembuatan
dengan Cara Kompressi
- Suppositoria
dapat dibuat juga dengan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan
obatnya dalam cetakan khususnya memakai alat mesin pembuat suppositoria dan
bahan lainnya. Dalam formula dicampur/diaduk dengan baik. Pergeseran pada
proses menjadikan suppositoria lembek seperti kental pasta. Proses kompressi
khususnya cocok untuk pembuatan suppositoria yang mengandung bahan obat yang
mengandung sebagian besar bahan yang tidak larut dalam basis.
- Dalam
pembuatan suppo dengan media kompressi adonan suppositoria dimasukkan ke dalam
sebuah selinder yang kemudian ditutup dengan cara menekan salah satu ujung
secara mekanis atau dengan memutarkan rodanya maka adonan tadi terdorong keluar
pada ujung lainnya dan masuk ke dalam celah-celah cetakan ketika cetakan terisi
penuh. Sebuah lempeng yang bergerak di ujung bagian belakang cetakan dilepaskan
dan pada saat tambahan tekanan diberikan kepada adonan yang ada dalam selinder.
Suppositoria yang telah dibentuk tadi akan lepas dari cetakan.
- Pembuatan
secara menggulung dan membentuk tangan. Dengan tangan terdapat cetakan
suppositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk. Pengolahan suppositoria
dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang rasanya hampir tidak perlu dilakukan
lagi. Namun demikian melihat dan membentuk suppositoria dengan tangan merupakan
bagian dari sejumlah seni para ahli farmasi.
c. Menurut
RPS 18th hal 1611-1612
1. Suppositoria
Gulung ( yang dibentuk oleh tangan)
Adalah metode tertua dan tersimpel dalam
penyiapan bentuk dosis ini, manipulasi membutuhkan keterampilan yang banyak.
Natrium menghendaki komplikasi panas dan preparat cetakan proses secara umum
dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses umum
Ambil jumlah yang ditentukan pada zat kimia,
yang berhubungan dengan obat-obatan dan jumlah yang cukup pada minyak theobroma
yang diparut/menciut dalam sebuah lesung/lumpang mengurangi bahan-bahan
obat-obatan pada sebuah bubuk halus atau jika disusun dengan sari-sari, lunak
dan alkohol yang ditambahkan air dan digosok sampai pasta lambat terbentuk
jumlah tepat minyak, theobroma yang menciut kemudian ditambah dan sebuah massa
menyerupai sebuah massa pil yang dibuat sepenuhnya melalui penggabungan
bahan-bahan dengan alat penumbuk, kadang-kadang dengan bantuan sejumlah kecil
lemak wol. Ketika massa menjadi belastik dibawah peremasan yang liat alat
penumbuk, dengan cepat ini dilepaskan atau dilonggarkan dari lesung dengan
spatalase sepotong kertas penyaring yang disimpan antara massa dan
tangan-tangan selama prosedur peremasan dan penggulungan. Dengan cepat, gerakan
perputaran tangan, massa yangf digulung kesebuah bola yang dengan segera
ditempatkan diatas ubin pil silinder suppositoria dibentuk melalui penggulungan
massa pada ubin dengan sebuah papan lurus, sebagian dibantu oleh telapak tangan
lain jika kondisi memungkinkan “pipa” suppositoria sering kali akan menunjukkan
kecenderungan untuk retak dipusat, pengembangan inti lem atau lubang. Ini
terjadi ketika massa tidak diremas dan
dilembutkan secukupnya dengan hasil bahwa tekanan papan penggulung tidak
dibawah secara keseluruhan massa tetapi didesak terutama pada permukaan panjang
silinder biasanya disamakan sekitar 4 spasi pada ubin pil setiap suppositoria.
Jadi pembuatan potongan, ketika dipotong hampir suppositoria dengan sudah
selesai seandainya pembentukan point (titik) ketika silinder telah dipotong
sejumlah pot organ yang tepat dengan spatula, atau dibeberapa kasus bahkan
dengan pembentukannya dengan jari-jari untuk memproduksi sebuah titik yang
dibulatkan.
2. Pengempaan
Suppositoria Cetak (Lebur) – Metode Preparat
Suppositoria ini juga menghindari panas massa
suppositoria, seperti campuran minyak dan obat theobroma yang menciut, dipaksa
kesebuah cetakan dibawah tekanan menggunakan alat pemeras yang dioperasikan
oleh roda-roda massa dipaksa kepembukaan cetakan, tekanan dilepaskan. Cetakan
pada sebuah mesin pengempaan dingin berskala besar dioperasikan secara
hedrolik. Jaket air untuk pendinginan dan tekanan diterapkan melalui seber
(pengisap) untuk memadatkan atau memampatkan massa menjadi pembukaan cetakan.
d. Menurut
R. Voight hal 291-293
Menurut teknik pembuatannya maka dibedakan
antara cara tuang dan cara cetak.
a. Cara
Tuang
Terjadi paling sering untuk penggunaan
setelah massa dilebur dan disatukan dengan bahan obat maka, mereka dituang
dalam pembentuk untuk menjamin suatu pembekuan yang cepat dan untuk mengurang
satu sedimentasi dan bahan obat lebih lanjut. Mak pada peleburan massa
diperhatikan bahwa suhu tidak boleh naik terlalu tinggi dan yidak dijumpai
leburan jernih, seharusnya banyak dari massa pada penuangan sedapat mungkin
menunjukkan visikositas tinggi dan memiliki suatu suhu, yang terletak hanya
sedikit diatas titik bekunya. Itu dicapai melalui pemanasan yang sangat
berhati-hati (misalnya dengan penyinar infra merah) penting atau bahwa dengan ini
massa diaduk intensif secara tetap. Pada penuangan sebaliknya terdapat satu
campuran sejenis krim artinya didalam massa sebaliknya terdapat bahan yang
melebur pendampingan. Metode ini dinyatakan sebagai cara dileburkan dan lebur
jernih, yang hanya dapat diperlukan pada penggabungan besar-besaran adalah
lebih disuka, penanganan dari penggabungan suppositoria kecil-kecilan diambil
tuang tunggal artinya setiap lubang pembentuk suppositoria diisikan
berturut-turut. Pada pembuatan semi industri berlangsung suatu pengisian
serempak seluruh lubang dari pembentuk dengan menggunakan perlengkapan
berbentuk corong uang cocok sehingga dikatakan suatu ruang massa.
b. Cara
Cetak
Pada cara cetak dikerjakan dengan dasar
suppositoria terparut, dengan dicampurkan bahan obat yang diserbuk halus,
materi awal yang disiapkan sedemikian diisikan dalam sebuah pencetak
suppositori (misalnya pencetak suppositoria universal) dengan menggunakan
sebuah torak, yang digunakan melalui sebuah pembuka kecil menjadi bentuknya.
Diindustri, peralatan cetak yang digunakan bekerja dengan 10 Mpa (100 cc).
Massa suppositoria yang telah dikenal yang umum diperdagangkan semuanya lebih
atau kurang cocok untuk pembuatan dari pembuatan suppositoria cetak. Jika
dijumpai kesulitan, maka untuk pengurangan kerapatan dimasukkan pembuat lunak
(parafin cair, lemak bulu domba).
X. EVALUASI SUPPOSITORIA
Menurut Lachman hal 1191-1194
1. Uji
Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kesaran meleleh
makro dan uji merupakan salah satu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria
untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur
tetap (370C). Sebaiknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran
leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak.
2. Uji
Pencahar atau uji waktu melunak dari suppositoria rektal suatu modifikasi yang
dikembangkan oleh Krowezyasku adalah uji suppositoria akhir lain yang berguna.
Uji tersebut terdiri dari pipa U yang sebagian dicelupkan kedalam penangas air
yang bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu menahan suppositoria tersebut
pada tempatnya dalam pipa.
3. Uji
Kehancuran
Berbagai larutan sudah diuraikan untuk
memecahkan masalah kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur
keregasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut
terdiri dari suatu ruang berbanding rangkap dimana suppositoria yang diuji
ditempatkan. Air pada suhu 370C dipompa melalui dinding rangkap
ruang tersebut. Dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering,
menopang lempeng dimana suatu batang diletakkan.
4. Uji
Disolusi
Pengujian laju pelepasan zat obat dari
suppositoria secara invitro selalu mengalami kesulitan karena adanya pelelehan.
Perubahan bentuk dan depresi dari medium disolusi. Pengujian awal dilakukan
dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium.
XI. SPESIFIKASI UNTUK BASIS SUPPOSITORIA
a. Menurut
Lachman hal 1156-1167
1. Asal
dan Kompressi Kimia
Uraian singkat dari konversi mengungkapkan
sumber asal (yakni apakah benar-benar alami atau sintetis, atau produk yang
dimodifikasi). Dan susunan kimia ketidak tercampuran basis dengan
konstituen-konstituen lain secara fisika atau kimia dapat diramalkan jika
komposisi formula yang tepat diketahui, termasuk pengawet, antioksidant dan
pengemulsi.
2. Kisaran
Titik Leleh
Karena basis suppositoria merupakan campuran
kompleks trigliserida, maka basis suppositoria tersebut tidak mempunyai titik
leleh tajam. Karakteristik titik leleh dinyatakan sebagai suatu kisaran yang
menunjukkan temperatur dimana lemak mulai meleleh dan temperatur dimana lemak
meleleh seluruhnya.
3. Solid-Fat
Index (SFI)
Dari grafik persentase zat padat terhadap
temperatur, seseorang dapat menentukan kisaran pemadatan dan kisaran leleh
basah, basah lemak juga bersifat leleh, rasa pada permukaan dan kekerasan
basis. Basis dengan suhu tetes yang jelas dalam zat padat dan rentang
temperatur pendek terbukti rapuh jika meleleh terlalu cepat.
4. Angka
Hidroksil
Angka hidroksil merupakan suatu ukuran posisi
yang tidak diesterifikasi pada molekul-molekul gliserida dan mencerminkan
kandungan monogliserida dan diglerisida suatu basis lemak, angka ini
menunjukkan miligram KOH yang akan menetraksir asam asetat yang digunakan untuk
mengesetilasi 1 gram lemak.
5. Titik
Memadat
Harga ini meramalkan waktu yang dibutuhkan
oleh basis untuk menjadi padat dan besar adalah cetakan. Pertama-tama sebaiknya
diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang
berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke
dalamnya.
6. Mesin
Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penuangan,
pendinginan dan pemindahan) dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian,
pengeluaran dan pembersihan cetakan, semua dijalankan secara otomatis produksi
suatu mesin putar khusus berkisar antara 3500 sampai 6000 suppositoria per jam.
b. Menurut
Ansel hal 585
1. Dengan
cara mencetak
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode
percetakan termasuk :
- Melebur
basis
- Mencampurkan
bahan obat yang digunakan
- Menuang
hasil leburan ke dalam cetakan
- Membiarkan
leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria
- Melepaskan
suppositoria dengan oleum cacao, gelatin, gliserin, polieleglikol dan basis
suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak.
2. Dengan
Cara Kompressi
Suppossitoria dapat juga dibuat dengan menekan
massa yang terdiri dari, campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan
khusus memahami obat/mesin pembuat suppositoria. Dalam pembuatan dengan cara
kompressi dalam cetakan. Basis suppositoria dan bahan lainnya dalam formula
dicampurkan atau diaduk dengan baik, penggeseran pada proses tersebut
menjadikan suppositoria lembek seperti kentalnya pasta.
3. Secara
Menggulung dan Membentuk dengan Tangan
Dengan terdapatnya cetakan suppositoria dalam
macam-macam ukuran bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasis,
sekarang rasanya hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian melintang dan
memuat suppositoria dengan tangan merupakan
bagian dari rendah sejarah seni ahli farmasi.
c. Menurut
R. Voight hal 289-291
1. Cara
Penuangan
Cara ini paling sering digunakan setelah
massa melebur dan disatukan dengan bahan obat dituang ke dalam cetakannya.
Untuk menjamin perlakuan yang cepat sehingga lebih mengurangi proses
sedimentasi bahan obat. Pada saat peleburan massa harus diperlihatkan bahwa
suhu tidak naik terlalu tinggi dan tidak membentuk leburan yang jernih bila
basis tersebut didinginkan dalam cetakan. Jika interval antara kisaran leleh
dan titik memadainya adalah 100C atau lebih. Maka waktu yang
dibutuhkan untuk memadatkan dapat diperpendek dengan menambahkan pendingin
sehingga prosedur pembuatan lebih efisien.
2. Angka
Penyabunan
Jumlah miligram kalium hidroksida yang
diperlukan untuk menetralkan asam-asam bebas dan saponifikasi ester-ester yang
dikandung dalam 1 gram lemak adalah suatu indikasi dari tipe (Mono, di dan tri)
gliserida dan juga jumlah gliserida yang ada.
3. Angka
Iod
Angka ini mengatakan banyaknya garam iod
bereaksi dengan 100 gram lemak atau bahan lain yang tidak jenuh. Peruraian
mungkin disebabkan oleh lembab. Asam-asam dan disigen meningkat dengan harga
iod yang tinggi.
4. Angka
Alir
Jumlah garam yang dapat dimasukkan dalam 100
gram lemak dinyatakan dengan harga ini. “Angka air” meningkat dengan adanya
penambahan zat aktif. Permukaan monogliseridsa dan pengemulsi-pengemulsi lain.
5. Angka
Asam
Banyaknya
miligram kalium hidroksida yang diperlukan utnuk menetralkan asam bebas dalam 1
gram zat dinyatakan dengan harga ini. Angka asam yang rendah atau tidak adanya
asam. Penting untuk basis suppositoria yang baik.
thankz wad Tagnya yah,,,, membantu banget tugas kuliahQ
BalasHapuseagles'Jovh