Minggu, 03 Juni 2012

TUGAS PENDAHULUAN SUPPOSITORIA


TUGAS PENDAHULUAN
 I.       PENGERTIAN SUPPOSITORIA
a.      Menurut FI edisi III hal 32
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
b.      Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
c.      Menurut RPS 18 th hal 1609
Suppositoria adalah bentuk sediaan padat yang memiliki berat dan bentuk yang bervariasi, biasanya penggobatan dilakukan dengan dimasukan dalam rektum, vagina dan uretra. Setelah pemasukan suppositoria akan menjadi lembut atau lunak, melebur dalam cairan pencernaan.
d.      Menurut Parrot hal 382
Suppositoria adalah suatu bentuk unit sediaan yang dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina dan uretra. Suppositoria melebur, melunak, dan melarut dalam suhu tubuh.


e.      Menurut R.Voight hal 281
Suppositoria adalah sediaan bentuk silindris atau kerucut berdosis dan berbentuk mantap yang ditetapkan untuk dimasukan kedalam rektum, sediaan ini melebur pada suhu tubuh atau larut dalam lingkungan berair.
f.       Menurut FN hal 333
Suppositorium adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu tubuh, digunakan dengan cara menyisipkan kedalam rektum, berbentuk sesuai dengan maksud penggunaan, umumnya berbentuk terpedo.
g.      Menurut Ilmu Meracik Obat hal 158
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur berbentuk terpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh.
h.     Menurut Ansel hal 576
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaianya dengaan cara memasukkan kedalam lubang atau celah dalam tubuh dimana ia akan melebur, melunak atau larut dan memberikan efek lokal atau sistemik.
i.       Menurut Lachman hal 1147
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang umumnya dimaksudkan untuk dimasukan kedalam rektum, vagina, dan jarang digunakan untuk uretra. Suppositoria rektal dan urektal biasanya menggunakan pembawa yang meleleh, atau melunak pada temperatur tubuh, sedangkan suppositoria vaginal kadang-kadang disebut pessaries, juga dibuat dengan tablet kompressi yang hancur dalam cairan tubuh.
j.        Menurut Dom Hoover hal 163
Suppositoria adalah sediaan obat padat dengan berbagai ukuran dan bentuk yang penggunaanya dengan diselipkan kedalam bagian tubuh biasanya melalui rektum, vagina atau uretra.
k.      Menurut Dom Marthin hal 834
Suppositoria adalah sediaan padat yang diberikan melalui bagian tubuh yakni vagina, rektum, atau uretra.

II.       BENTUK-BENTUK SUPPOSITORIA DAN UKURANNYA
a.    Menurut RPS 18 th hal 1609
1.    Suppositoria rektal
USP membuat Suppositoria rektal untuk dewasa, runcing pada salah satu atau kedua ujungnya, biasanya berbobot 2 gram. Untuk anak ½ dari suppositoria dewasa. Obat ini memberikan efek sistemik seperti sedatif, penenang dan analgesia dilakukan secara suppositoria rektal. Bagaimanapun penggunaanya secara tungggal mungkin sebagai penggobatan pada sembelit. Dibagi dalam beberapa tahap berat 2 gram dibuat suppositoria rektal biasanya digunakan basis Oleum Cacao ketika basis yang lainya digunakan berat mungkin besar atau lebih 2 gram.
2.    Suppositoria vaginal
USP membuat Suppositoria vaginal biasanya bentuk bundar atau oval dengan berat ± 5 gram. Obat untuk vaginal tersedia dalam berbagai bentuk psikis. Misalnya krim cair yang berasal dari konsep dasar Suppositoria.
3.    Suppositoria uretra
Biasanya dibuat bagian tidak didefenisikan dengan jelas, baik tentang bobot, ukuran, nilai tradisional berasal dari lemak coklat sebagai basis, bentuk silindrisnya sebagai berikut diameter 55mm, panjang untuk wanita 50 mm, berat 2 gram untuk wanita dan pria 4 gram.
b.    Ansel hal 576-577
1.    Suppositoria rektal
Berbentuk silindris dan kedua ujungnya tajam, peluru, torpedo atau jari-jari kecil. Ukuran panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi). Amerika menetapkan beratnya 2 gram untuk orang dewasa bila oleum cacao yang digunakan sebagai vasis. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan berat orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil.
2.    Suppositoria vagina
Biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut sesuai dengan kompendik resmi, beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao, sebab lagi tergantung pada macam basis dan masing-masing pabrik yang membuatnya.
3.    Suppositoria uretra (Bougie)
Bentuk ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukan kedalam lambung urine/saluran urine pria atau wanita 1 garis tengah 3-6 mm dengan panjang  ± 140 mm. Walaupun ukuran ini masih bervariasi antar yang satu dengan yang lain apabila basisnya dari oleum cacao, maka beratnya ± 4 gram untuk wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria. Panjang kurang lebih 78 mm dan beratnya 2 gram inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
c.    Dom Hoover hal 163
1.    Suppositoria rektal
Biasanya berbentuk silinder, bulat atau terpedo, bentuk silinder berdiameter ¼ dari jarak dasar dan biasanya mengecil pada ujungnya dan bentuk ini meruncing setelah dimasukan kedalam rektum, memiliki ukuran yang bervariasi untuk dewasa berat normalnya 2 gram, sedangkan untuk anak-anak kurang dari 2 gram.
2.    Suppositoria vagina
Bentuk oval biasanya beratnya berkisar 5 gram, tetapi tergantung dari produksinya. Obat ini dimetabolisme didalam vagina dimaksudkan untuk efek lokal dan efek sistemik.



3.    Suppositoria uretra
Memiliki tiga rute dalam kerjanya, rute ini menghsilkan aksi lokal, biasanya denga anti injeksi, suppositoria ini panjang dan bulat, panjangnya sekitar 60 mm dan diameternya 4,5 mm.
d.    Parrot hal 382
1.    Suppositoria rektal
Bentunya kerucut atau silindris dan lonjong, rektal suppo beratnya 1,2 gram, panjang ± 30 mm, berdiameter 10 mm.
2.    Suppositoria vagina
Berbentuk bundar atau oval, beratnya bervariasi dari 3 – 9 gram.
e.    Dom Martin hal 844 – 845
1.    Vagina Suppositoria
Berbentuk globular dan ukuran berat sekitar 5 gram contoh komersil adalah besarnya bervariasi sesuai dengan bentuk dan ukurannya. Penggunaan dari Suppositoria vaginal adalah biasanya dimaksudkan untuk memperoleh efek lokal. Zat aktif yang mana merupakan kebiasaan dalam cara memasukan pada keadaan infeksi. Walaupun rute ini hampir setiap digunakan untuk absorbsi sistemik dari obat ini menjaga pikiran bahwa absorbsi sistemik dapat terjadi.
2.    Uretra Suppositoria
Seperti rute dari suppositoria dalam United states adalah lewat uretra. Sebagai mana dengan suppositoria vagina, rute dibatasi untuk obat aksi lokal biasanya untuk obat anti infeksi pada keadaan ini, basis untuk Suppositoria uretra adalah PEG dan cairan gliserin dan gelatin. Suppositoria ini adalah runcing, berbentuk batang, ukuran tubuh 5 mm dengan panjang diameter dan panjang 60 mm.
f.     Menurut FI edisi IV hal 16 – 17
1.    Suppositoria rektal
Untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot ± 2 gram.
2.    Suppositoria vaginal
Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot ± 5 gram.
g.    Menurut Lachman hal. 564
Suppositoria rektal untuk dewasa berbobot sekitar 2 gram dan biasanya diruncingkan bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan menyerupai bentuk torpedo. Suppositoria anak-anak berbobot sekitar 1 gram dan mempunyai ukuran kecil.
Suppositoria vaginal berbobot sekitar 3 sampai 5 gram dan biasanya dicetak globular atau bentuk oval atau dikempa sebagai tablet menjadi bentuk kerucut atau adifikasi.
Suppositoria uretra kadang disebut bougies, berbentuk pensil dan dituliskan untuk maksud tertentu. Suppositoria uretra untuk pria berbobot sekitar 4 gram tiapnya dan panjangnya 100-150 mm, untuk wanita 2 gram tiapnya dan biasanya 60-75 mm.

III.       EFEK TERAPI SUPPOSITORIA
a.    Menurut Ansel hal 16 – 17
1.    Aksi lokal
Begitu dimasukKan, basis suppositoria meleleh, melunak atau melarut menyebarkan bahan obat yang dibawahnya kejaringan-jaringan didaerah tersebut obat ini bisa dimaksudkan untuk ditahan dalam ruang tersebut untuk efek kerja lokal atau bisa juga dimaksudkan agar diabsorbsi untuk mendapatkan efek sistemik. Suppositoria rektal dimaksudkan untuk kerja lokal dan paling sering digunakaan untuk menghilangkan konstipasi dan rasa sakit, iritasi rasa gatal dan radang sehubungan dengan wasir atau kondisi anarektal lainnya. Suppositoria vagina yang dimaksudkan untuk efek lokal, digunakan terutama sebagai antiseptik pada higiene wanita dan sebagai zat khusus untuk memerangi dan menyerang penyebab penyakit.
2.    Aksi sistemik
Untuk efek sistemik, membran mukosa rektum dan vagina memungkinkan absorbsi dan kebanyakan obat yang dapat larut walaupun rektum sering digunakan sebagai tempat absorbsi secara sistemik, vagina tidak sering digunakan untuk tujuan ini. Untuk mendapatkan efek sistemik, atau pemakian melalui rektum mempunyai beberapa kelebihan dari pada pemakian secara oral, yaitu :
1)     Obat yang rusak atau tidak dibuat tidak aktif oleh pH atau aktifitas enzim dan lambung.
2)     Obat yang merangsang lambung dapat diberikan tanpa menimbulkan rangsangan.
3)     Merupakan cara yang efektif dalam perawatan pasien yang suka muntah, dan lain sebagainya.
b.    Menurut Lachman hal 1184 – 1186
1.    Suppositoria untuk efek sistemik
Pemilihan basis suppositoria yang mungkin dikehendaki harus dibuat misalnya dengan memilih basis-basis yang disarankan. Avaibilitas dan harga basis suppositoria harus diperhitungkan sebelum pengerjaan formulasi digunakan.

2.    Suppositoria untuk efek lokal
Obat-obat yang dimaksudkan untuk efek lokal umumnya tidak diabsorbsi misalnya obat-obat untuk wasir, anastetik lokal, antipiretik, basis-basis, yang digunakan untuk obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi. Lambat meleleh dan lambat melepaskan obat-obat sistemik. Efek lokal umumnya terjadi terjadi dalam waktu ½ jam (30 menit) paling sedikit empat.


c.    Menurut Dom Hoover hal 167
1.    Aksi lokal
Obat-obat pada pemakian dubur biasanya ditujukan pada pengobatan heporoid. Sekarang seperti pruritus, infeksi bakteri, dan suppositoria digunakan untuk berbagai keadaan radang kronik dan biasanya efek sediaan suppositoria rektal dimaksudkan untuk aksi lokal meliputi anestesi lokal, adstrigen, antiseptik, dan lain-lain.
2.    Aksi sistemik
Rektum  merupakan jalur untuk peredaran obat-obat dengan aksi sistemik, terjadi suplai darah dan difusi yang lambat dari obat melalui rektal dan adsorbsi obat.
d.    Menurut Scoville’s hal 968
Suppositoria tidak hanya digunakan untuk aksi lokal, tetapi juga memberikan obat untuk menghasilkan efek sistemik ketika bahan obat dihasilkan dalam betuk suppositoria diabsorbsi secara lambat dan menghasilkan aksi terapeutik lebih panjang masa waktunya. Contoh bahan yang diberikan secara rektal untuk aksi sistemik termasuk sulfanamid, merkurium dan opium antispasmodik seperti aminophylin dan pelicin lebih disukai kombinasi dari aksi lokal obat, sulfonomida untuk mencegah formasi pelicin dari organisme kolon.


IV.       FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
a.    Menurut Ansel hal 579
1.    Faktor Fisiologi
Rectum manusia panjangnya ± 15 – 30 cm. Pada waktu kosong, rectum hanya berisi 2 – 3 ml cairan mukosa yang inert. Dalam keaadan istirahat, rectum tidak ada gerakan vili dan microvili pada mukosa rectum. Akan tetapi terdapat vaskularisasi adsorbsi obat dan rectum adalah kandungan kolon, jalur sirkulasi dan pH serta tidak adanya kemampuan mendapat cairan rectum.
a)    Kandungan Kolon
Apabila diinginkan efek sistemik dari suppositoria yang mengandung obat absorbsi yang lebih besar, lebih banyak terjadi pada rectum yang kosong dan rectum yang dikembungkan oleh fases ternyata obat lebih mengabsorbsi dimana tidak ada fases.
b)    Jalur Sirkulasi
Obat yang diabsorbsi melalui rectum tidak seperti obat yang diabsorbsi setelah pemberian secara oral. Tidak melalui sirkulasi porta, sewaktu didalam perjalanan sirkulasi yang lazim. Dalam hal ini obat dimungkinkan dihancurkan didalam hati.


c)    pH
Tidak adanya kemampuan mendapat dari cairan rektum karena cairan rectum pada dasarnya pada pH 7 – 8 dan kemampuan mendapat tidak ada, maka bentuk obat yang digunakan lazimnya secara kimia tidak berubah oleh lingkungan rectum.
2. Faktor Fisika – Kimia
a) Kelarutan lemak – air
Suatu obat lifofil yang terdapat dalam suatu basis.
Suppositoria berlemak dengan konsistensi rendah memiliki
kecenderungan yang kurang untuk melepaskan diri dari kedalam cairan sekelilingnya. Dibandingkan jika tidak ada bahan hidrofilik pada bahan/basis berlemak  dalam batas-batas untuk mendekati jenuhnya.
b) Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah larut dan lebih besar kemungkinan untuk lebih cepat diabsorbsi.
c)    Sifat basis
Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya pelepasan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Apa bila terjadi interaksiantara basis dengan lelehan lepas, maka adsorbsi akan terganggu atau malah dicegah.

b.    Menurut Lachman hal 1184 – 1186
1.     Faktor fisiologis
1)     Sirkulasi darah
Sejumlah obat tidak dapat dibiarkan secara oral oleh karena obat-obat tersebut dipengaruhi oleh getah pencernaan atau aktivitas terapeutiknya diubah oleh hati setelah diabsorbsi. Setelah obat diabsorbsi dari usus halus  akan dibawah oleh vena porta hepatika ke hati. Hati mengubah sebagian besar obat yang sama dapat diabsorbsi dalam daerah anarektal dengan nilai terapeutiknya masih dipertahankan. Vena hemoroid yang lebih atas tidak berhubung dengan porta yang menuju hati. Dilaporkan bahwa lebih separuh 50-70% obat yang diberikan secara rektal tarabsorbsi secara langsung ke dalam sirkulasi umum.
2)    pH
Mempunyai peranan dalam mengendapkan laju absorbsi obat yang berarti schaneler melaporkan bahwa kolon tikus mempunyai pH kira-kira 6,3 suatu pH yang sedikit lebih asam dari semula. Hal ini mengakibatkan obat-obat yang terlarut menentukan pH di daerah anorectal. Schaneler mengatakan bahwa asam dan basa yang lebih akan lebih lemah , akan lebih mudah terionisasi.

3)    Keadaan fisiologi kolon
Jumlah dan sifat kimia cairan-cairan dan padatan-padatan yang ada mempengaruhi absorbsi obat. Jika kandungan dubur banyak diabsorbsi obat akan lambat.
4)    Keadaan membran mukosa rectal
Dinding membran diselubungi oleh lapisan mukosa yang relatif kontinyu/tebal yang bertindak sebagai penghalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori dimana terjadi absorbsi melalui usus kecil dan usus besar hampir tidak berbeda dengan obat yang diabsorbsi obat melalui usus kecil dan besar , rasanya tidak memungkinkan suatu obat yang telah melewati usus kecil dan akan diabsorbsi secara bermakna melalui kolon.
2.     Faktor fisika-kimia
Urutan peristiwa menuju absorbsi obat melalui daerah anorectal adalah obat dalam pembawa masuk dalam obat dalam cairan hal ini  cairan kolon kemudian diabsorbsi oleh mukosa rectal. Agar obat dapat diabsorbsi obat tersebut harus dilepas dari suppositoria dan didistribusikan oleh cairan disekitarnya pada tempat-tempat absorbsi dengan melarutkan dalam cairan maka terdapat kontak yang luas dan obat dengan dinding lumen sehingga shingga meningkatkan kontak obat dengan sebagian besar tempat-tempat absorbsi.
1)     Sifat basis
Suppositoria yang dipengaruhi oleh adsorbsi obat.
2)     Bahan penambahan/adjuvan
Didalam formula suppositoria dapat mempengaruhi adsorbsi obat melalui perubahan sifat reologi dari basis tersebut pada temperatur kamar. Atau dengan mempengaruhi disolusi obat dalam dalam media sedian obat tersebut, dalam basis tipe emulsi, terlihat bahwa pelepasan sejumlah obat yang larut dalam air meningkat dengan meningkatnya kandungan air dari basis tersebut. Dan bahwa laju obat yang dilepaskan dapat diperpanjang dengan penambahan suatu polimer, air, penambahan koloid silikon, oksida yang hidrofilik pada Suppositoria dengan basis berlemak. Mengubah sifat reologi massa tersebut. Salisilat ternyata dapat memperbaiki adsorbsi rectal dari antibiotika yang larut dalam air dalam basis hidrofilik.
c.    Menurut Dom Hoover hal 165 – 166
1.    Faktor fisiologi
Rectum merupakan pintu terakhir dari usus dimulai dari sigmoid dan diakhiri di anus. Panjang 15 cm, normalnya dalam keaadaan kosong sejumlah kecil dari mukosa yang mana rata-rata sekitar 2 ml dan pHnya 7,4. Rectum diabsorbsi dari jonjot usus halus/vili. Akan tetapi terdisfusi dengan cepat dan melewati secara berlaha-lahan masuk kedalam tubuh pada umumnya cairan limpa yang diterima yang diterima lebih lambat daripada aliran vena. Kemudian tidak berdifusi untuk mengangkut obat dari rectum, akan tetapi dalam hal ini ditemukan sulfonamida sedikit lebih disirkulasi melalui limpa dinding vena dari rectum ada 3 yaitu :
1)     Vena hemoroid infektor yang dekat dengan ahalstingter
2)     Vena hemoroidal tengah yang menerima darah dari pembulu kapiler pada bagian tengah dari rectum.
3)     Vena hemoroidal superior yang berada pada rectum pada bagian atas.
2.    Faktor Fisika – Kimia
Dalam pemilihan tipe dari basis suppositoria yang digunakan untuk banyak bahan partikel terapeutik. Faktor kelarutan lemah air harus dipertimbangkan karena berhubungan dengan pelepasan dan intensitas lokal. Umumnya obat larut minyak dicampurkan dalam basis berminyak sehingga laju adsorbsi kurang lebih dibandingkan dengan bila berada dalam basis yang larut air. Obat-obat yang larut minyak cenderung untuk melarut sebagian didalam minyak dengan menghasilkan dari pencairan suppositoria dan memiliki tundensi yang minimal untuk keluar dari medium cairan dan sekresi mukosa dan tempat dimana dan akan diabsorbsi. Obat-obat yang larut cenderung untuk melewati lebih cepat dari fase minyak menuju fase air. Oleh karena itu bila kecepatan opset aksi adalah cepat, maka kelarutan dalam air dan obat dalam basis dari minyak harus diseleksi.

V.       ALASAN PENAMBAHAN BAHAN
a.      Menurut Parrot hal 382
Berdasarkan keaadan pasien, yaitu pada pasien yang tidak dapat menelan obat secara oral dan lainya.
b.      Menurut Ansel hal 578
Dalam berbagai obat terdapat bahan yang dirusak oleh lambung sehingga tidak dapat memberi efek.
c.      Menurut Ansel 579 – 581
Bahan obat yang masuk tidak mengalami metabolisme dihati.
d.      Menurut Lachman hal 1148 – 1149
1.     Sediaan Suppositoria memberikan lebih cepat.
2.     Sediaan ini mengiritasi saluran pencernaan.

VI.       PEMBAGIAN BASIS
a.      Menurut Ansel hal 582 – 589
1.     Basis berminyak atau berlemak
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena pada dasarnya olium cacao termasuk kelompok ini, utama dan kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainya. Diantara bahan berminyak atau berlemak lainya yang biasa digunakan sebagai basis Suppositoria. Macam-macam asam lemak yang dihidrogenesis dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas, juga kumpulan basis lemak yang mengandung gabungan minyak gliserin dan asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat, mungkin ditemukan dalam basisi Suppositoria berlemak. Campuran yang dimikian seperti gliserol dan monostearat merupakan contoh dari kelompok ini.
2.     Basis yang larut dalam air dan basis yang bercampur dengan air. Air merupakan kumpulan yang penting dari kelompok ini adalah gelatin dan gliserin dan basis policahenilikol, basis gelatin, gliserin paling sering digunakan dalam pembuatan Suppositoria vagina dimana memang diharapkan  efek setempat yang cukup lama usus.
3.      Basis lainya
Dalam kelompok basis ini termasuk campuran bahan bersifat seperti lemak yang larut dalam air dan bercampur dengan air, bahan-bahan ini mungkin memebentuk zat kimia atau campuraan fisika.beberapa diantaranya berebentuk emulsi, umumnya dan tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan besar. Salah satu dari bahan ini adalah polioksil 40 starat suatu zat aktif pada permukaan digunakan dalam sejumlah basis Suppositoria dalam perdaganggan.
b.      Menurut R. Voight hal 283
1.     Minyak coklat
Diperoleh dari pergeseran biji masak tanpa bungkus dan telah disegrasi dati Theobroma cacao. Lemak coklat bersifat netral secara kimia dan fisiologi sertabanyak digunakan, mengingat daerah suburnya (31-34ºC) pada suhu kamar, bentuk lemak coklat mantap. Mentega coklat merupakan campuran trigliserol, kira-kira 78% adalah gliserol-1-palmiat-2-oleat-3-stearat, gliserol-1-3-stearat-2-oleat, dan gliserol-3-palmiat-2-oleat, sisanya adalah komposisi berbagai campuran trigliserol. Suppositoria coklat memeiliki tampak luas yang menarik, cepat lebur pada suhu tubuh.
2.     Lemak keras
Lemak keras ini terdiri atas campuran mono-di-dan trigliserida asam-asam lemak jenuh C80H21COOH sampai C10H10COOH. Untuk membuat digunakan lemak tumbuhan dari  butir kelapa sawit yang mempunyai kandungan asam lemak tumbuhan yang tinggi. Produk semi sintetik ini didominasi oleh asam lemak berwarna putih, mudah patah, tidak berbau, tidak terasa dan tidak memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik (angka oli paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35 – 39 ). Harga viskositas leburan lemak coklat terletak sedikit lebih tinggi daripada lemak keras, massanya padat larut air, melebar pada suhu 33,5 – 35,5 ºC.
3.     Polietilenglikol C massa melebur suhu tinggi (larut air)
Kelarutan Polietilenglikol berdasarkan atas pembentukan jembatan hidrogen antara oksigen eter dengan molekul air. Polietilenglikol yang melebur jauh diatas suhu tubuh. Harus larut dalam air usus yang terdistribusi diatas 16 – 20 cm panjang rectum. Massa Polietilenglikol dengan daerah lebar rendah (47 – 49 ºC) dan terlarutkan yang paling baik dimiliki oleh komposisi campuran Polietilenglikol 1000 (Suppositoria) dengan PEG 4000 (Suppogen 0).
4.     Gliserol-Gelatin (Massa clastin larut air)
Gelatin adalah makromolekul amfoter (protein) yang dibangun dari asam amino. Asam aminonya adalah glikol, alanin, sifat gelatin dibawah titik isoelektrisnya atau kation aktif diatasnya bersifat anion aktif. Gelatin mengembang dalam air, larut dalam pemanasan dan membentuk gel elastis.
c.      Menurut Scoville’s hal 371
1.     Theobroma 0,1 (Lemak Cacao)
Basis ini sering digunakan untuk Suppositoria rectal, berasal dari tanaman Theobroma cacao atau tanaman coklat, lemak coklat kering. Pada temperatur biasa (suhu kamar), tetapi mencair pada suhu 86 ºF (30-35 ºC). Ketika lemak coklat meleleh atau meleleh kemudian memadat, titik lelehnya berada beberapa derajat dibawah normal dan suhu proses pmenjadi tengik, mencair ketika bercampur dengan cairan tubuh.
2.     Polietilenglikol
Polietilenglikol dibentuk dari polimerisasi etil oksida, dalam rantai panjang Polietilenglikol dengan berat molekul yang berbeda bercampur menghasilkan Suppositoria yang dapat larut dengan air dan cepat disekresikan kedalam mukosa.
3.     Basis lain
Minyak hidrogenal seperti biji palem hydrogenal, biji kapas atau minyak kacang adalah lemak putih semi padat digunakan sebagai suppositoria pada keadaan basis lembut karena kenaikan tempertur dihasilkan dengan penambahan spermacetil
4.     Menurut Parrot hal 383 – 385
Minyak Theobroma atau minyak cacao atau coklat
Trigliserida
Gliserin-Gleati
Polietilenglikol
5.     Menurut Lachman hal 1168 – 1172
1)     Minyak coklat merupakan basis suppositoria yang paling banyak digunakan, minyak coklat seringkali digunakan dalam resep-resep pencampuran baha-bahan obat bila basisnya tidak dinyatakan apa-apa, sebagian besar sejak minyak coklat memenuhi persyaratan basis ideal karena minyak ini tidak berbahaya, lunak dan tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur tubuh. Minyak coklat merupakan trigliserida dengan rantai-rantai trigliserida  utama yaitu oleoval mitosfearin dan oleo distearin, minyak coklat berwarna putih kekuningan, padat, merupakan lemak antara 30 ºC dan 35 ºC (85 – 95 ºF). Angka idealnya antara 34 – 38 ºC harus disimpan ditempat dingin, kering dan terlindung dan angka asamnya lebih dari 4 karena minyak coklat mudah mencair dan menjadi tengik maka harus terlindung dari cahaya.
2)     Pengganti Minyak Coklat
Mekanisme pembuatan suppositoria seperti kelemahan yang menjadi sifat coklat, telah merangsang penelitian pengganti minyak coklat yang sesuai memuaskan dapat mempertahankan sifat minyak coklat yang dikehendaki dan melakukan upaya untuk menghapuskan kelemahannya.
3)     Basis Suppositoria Khusus
Karakteristik tertentu yang biasanya dipertimbangkan dalam memilih suatu basis suppositoria adalah :
a)     Interval yang sempit, antara titik leleh dan titk memadat.
b)     Kisaran leleh yang tinggi ( 37 ºC – 41 ºC).
c)      Kisaran meleleh lebih rendah ( 30 ºC – 34 ºC) bila zat tersebut ditambahkan dengan basis suppositoria atau sejumlah besar zat padat lokal yang merupakan karakteristik yang penting bagi suppositoria dengan shelf-life yang lama.
4)     Basis Suppositoria Hidrofilik
a)     Suppositoria Gliserin
Formula ini sering kali digunakan dalam suppositoria vaginal. Yang dimaksudkan untuk penggunaan efek lokal dari zat anti mikroba suppositoria melarut perlahan untuk memperpanjang aktifitas obat tersebut karena gliserin bersifat higroskopik, maka suppositoria dikemas dalam bahan yang dapat melindunginya dari kelembaban disekelilingnya. Suppositoria gelatin yang mengandung gliserin membantu pertumbuhan bakteri atau jamur, karena itu suppositoria disimpan dalam tempat dinggin dan sering kali mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan mikroba.
b)     Berbagai Polietilenglikol
Suppositoria Polietilenglikol dapat dibuat dengan pencetakan maupun metode kompressi dengan suatu campuran 6% Heksatiesol 1.2.6 dengan polietilenlikol 1540 dan 12 % polimer. Polietilen oksida 4000 merupakan basis yang sesuai terutama untuk teknik kompressi dingin.

VII.       KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SUPPOSITORIA
·       Keuntungan :
1.    Menurut R.Voight hal 282
a.    Tidak merusak lambung
b.    Tanpa rasa yang tidak enak (kemualan)
c.    Mudah dipakai bahkan pada saat pasien tidak sadarkan diri, sulit menelan dan sebagainya.
d.    Pemakaian suppositoria pada umumnya tidak menimbulkan rasa sakit.
2.    Menurut Ansel hal 579
a.    Obat yang masuk dibuat tidak aktif oleh pH atau aktivitas enzim dalam lambung atau perlu dibawa untuk masuk ke dalam lingkungan merusak ini.
b.    Obat yang merangsang lambung dapat dibiarkan tanpa menimbulkan perangsangan.
c.    Obat yang dirusak dalam partal dapat melewati hati setelah diabsorbsi pada rectum.
d.    Cara ini lebih sesuai digunakan oleh pasien dewasa dan anak-anak yang tidak dapat atau tidak mau menelan obat.

3.    Menurut FI edisi IV hal 16
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung-pelindung ditempat sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal dan sistemik.
4.    Menurut Parrot hal 582
-       Suppositoria digunakan untuk efek lokal dan sistemik
-       Obat dan produk yang memualkan bagi orang yang lemah seringkali lebih tepat dalam bentuk suppositoria.
5.    Menurut Scoville’s hal 3086
-       Suppositoria tidak hanya digunakan aksi lokal terapi juga dari pemberian obat untuk efek sistemik.
-       Pada dosis yang sedikit pada rektum menghasilkan penyerapan dari bahan-bahan yang dapat larut dengan efek yang masuk lambung ke dalam sirkulasi vena.
-       Obat dalam bentuk sediaaan ini sangat berguna dalam keadaan dimana obat tidak dapat ditoleransi dengan mulut sebab pasien menjadi lemah atau muntah dengan beberapa alasan ini pemberian lokal ini memberikan kontra indikasi.
6.    Menurut Lachman hal 1148
Suppositoria rectal juga digunakan untuk efek sistemik dalam kondisi dimana pemberian obat secara oral tidak akan ditahan atau diabsorbsikan dengan cepat seperti dalam keadaan mual yang hebat dan muntah pada palalisys ileus.
7.    Menurut RPS 18th hal 1609
Suppositoria dalam khusus pemberian obat yang tepat kepada yang tua dan muda.
·         Kerugian
1.    Menurut Lachman hal 1151-1153
-       Dinding membran diliputi suatu lapisan mukosa yang relatif konstan yang dapat bertanduk sebagai pengahalang mekanik untuk jalannya obat melalui pori-pori.
-       Suatu obat yang sangat sukar larut larut dalam minyak.
2.    Menurut R. Voight
Harus dalam kondisi penyimpanan yang tepat (kering , dingin) tidak dilindungi dari cayaha, bebas udara disimpan dalam bentuk terpasang tidak sebagai barang santai untuk memperpanjang stabilitasnya.
3.    Menurut Ansel hal 579
Dosis obat yang digunakan melalui rectum mungkin lebih besar atau lebih kecil daripada yang dipakai secara oral tergantung pada faktor-faktor kedalam tubuh pasien. Sifat fisika kimia obat dari kemampuan obat melewati penghalang fisiologis , untuk diabsorbsi  dan sifat basis suppo yang dimaksudkan untuk obat-obat sistemik efek lokal umumnya terjadi dengan bentuk/waktu setengah jam sampai sedikit 4 jam.


4.    Menurut RPS hal 14
Kecuali bila terpaksa dan diperlukan untuk hal-hal tersebut untuk pemberian obat dalam sentuk suppositoria untuk mendapat efek sistemik kurang merugikan karena :
-       Absorbsi obat dari suppositoria tidak konsisten
-       Cairan dalam rectum relatif sedikit dibandingkan dengan cairan saluran cerna (lambung dan usus) kekurangan cairan dalam rectum menghambat proses desintegrasi dan absorbsi.
-       Difusi /absorbsi obat melalui mukosa rectum terbatas.

VIII.       SYARAT BASISI YANG IDEAL
a.    Menurut Scoville’S hal 370-371
Dari segi pandang pada formulasi basis suppositoria ideal seharusnya : stabil, mudah dalam penuangan, menjadi keras pada pendinginan dengan cepat, tidak membutuhkan lubrikan pencetakan, mempunyai penampilan yang baik, cocok dengan semua obat. Dari sudut pandang dari absorbsi obat pada basis seharusnya netral dalam reaksi, tidak iritasi, kehadiran dari obat dalam mengabsorbsi bentuk sangat mudah, melunak lengkap atau larut pada suhu tubuh dalam rektum dengan 30 mm dan tidak bocor pada rektum.


b.    Menurut R. Voight hal 283-284
1.    Secara fisiologis netral tanpa menimbulkan rangsangan pada usus ini dapat ditimbulkan dalam massa fisiologi atau ketagihan kekerasan terlalu besar , tetap juga peracikan dari bahan obat yang tidak cukup terhaluskan.
2.    Secara kimia netral (tanpa tidak tersatunya bahan obat)
3.    Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
4.    Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (dengan ini pembentukan yang cepat dan massa dalam pembentukan kontrasibilitas yang baik , pencegah suatu pendingin es dalam pembentuk.
5.    Interval yang rendah antara titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih.
6.    Viskositas yang memadat (pengurangan lebih lanjut dari sedimentasi bahan obat tersuspensi, tinggi ketetapan tekanan)
7.    Sebaiknya suppositoria dalam beberapa menit melebur pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat)
8.    Pembebasan obat yang baik dan reabsorbsinya.
9.    Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan pewarnaan, pengerasan, ketetapan bentuk dan daya patah yang baik).
c.    Menurut Lachman , hal 1168
1.    Telah mencapai kesetimbangan kristalivitas dimana komponen mencair dalam temperatur rectum (360C)
2.    Tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan yang peka dan meradang
3.    Dapat bercampur dengan berbagai jenis obat.
4.    Basis suppositoria tersebut tidak mempunyai bentuk meta stabil (tidak berubah bentuk dalam keadaan semula pada saat pelelehan)
5.    Basis suppositoria tersebut menyusut secukupnya pada pendinginan
6.    Basis suppositoria mempunyai sifat membasahi dan mengemulsi
7.    Basis suppositoria tidak merangsang
8.    Angka air tinggi maksudnya persentase air yang tinggi dapat dimaksudkan kedalamnya.
9.    Stabil pada penyimpanan maksudnya warna, bau dan pola pelepasan obat
10. Tidak mempunyai efek obat
11. Dapat dibuat suppositoria dengan tangan mesin kompressi atau akstruksi
d.    Menurut RPS 18th hal 1610
1.    Basis compatible dengan beberapa obat.
2.    Meleleh atau tidak larut dalam cairan rektal.
3.    Harus stabil pada penyimpanan tidak harus mengikat tapi melepas atau absorbsi obat.
4.    Tidak beracun dan tidak teriritasi dalam membran mukosa
5.    Cepat bercampur dengan berbagai macam obat.
e.    Menurut Ansel , hal 581
Basis selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak , melebur atau melarut mudah pada suhu tubuh sehingga obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya didapat setelah dimaksukkan.
f.     Menurut FI edisi III 32
Bahan dasar harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh.

IX.       METODE PEMBUATAN SUPPOSITORIA
a.    Menurut Lachman hal 1179
1.    Metode dengan Tangan         
Metode pembuatan suppositoria yang paling sederhana dan yang paling tua adalah dengan tangan. Yakni dengan menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan aktif dengan menggunakan atau dilarutkan dengan air, atau kadang-kadang dicampur atau dengan sedikit lemak bulu domba untuk mempermudah penyatuan basis suppositoria. Kemudian massa digulung menjadi satu barang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki atau menjadi bola-bola vaginal sesuai dengan berat yang diinginkan. Batang silinder dipotong menjadi beberapa bagian kemudian salah satu ujungnya diruncingkan.
2.    Mencetak kompressi
Suppositoria yang lebih seragam dengan cara farmasetik dapat dibuat dengan mengkompressi larutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki, suatu roda tangan berputar menekan suatu bistor pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder sehingga massa terdorong masuk ke dalam cetakan.
3.    Metode Tuang
Metode yang paling umum digunakan pada suppositoria skala kecil dan skala besar adalah pencetakan. Pertama-tama bahan basis diletakkan sebaiknya di atas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
4.    Metode Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penanganan, pendinginan) dan pemindahan dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan pembersihan cetak semua dijalankan secara otomatis. Pertama-tama massa yang telah disiapkan diisikan ke dalam suatu corong pengisi dimana massa tersebut secara kontinyu dicampur dan dijaga pada temperatur konstan.

b.    Menurut Ansel hal 585
1.    Pembuatan dengan cara cetak
Langkah-langkah dengan cara percetakan termasuk :
-       Melebur basis
-       Mencampur bahan obat yang diinginkan
-       Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
-       Membiarkan leburan menjadi dingin dan membuat menjadi suppositoria
-       Melepaskan suppositoria
2.    Pembuatan dengan Cara Kompressi
-       Suppositoria dapat dibuat juga dengan massa yang terdiri dari campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khususnya memakai alat mesin pembuat suppositoria dan bahan lainnya. Dalam formula dicampur/diaduk dengan baik. Pergeseran pada proses menjadikan suppositoria lembek seperti kental pasta. Proses kompressi khususnya cocok untuk pembuatan suppositoria yang mengandung bahan obat yang mengandung sebagian besar bahan yang tidak larut dalam basis.
-       Dalam pembuatan suppo dengan media kompressi adonan suppositoria dimasukkan ke dalam sebuah selinder yang kemudian ditutup dengan cara menekan salah satu ujung secara mekanis atau dengan memutarkan rodanya maka adonan tadi terdorong keluar pada ujung lainnya dan masuk ke dalam celah-celah cetakan ketika cetakan terisi penuh. Sebuah lempeng yang bergerak di ujung bagian belakang cetakan dilepaskan dan pada saat tambahan tekanan diberikan kepada adonan yang ada dalam selinder. Suppositoria yang telah dibentuk tadi akan lepas dari cetakan.
-       Pembuatan secara menggulung dan membentuk tangan. Dengan tangan terdapat cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran dan bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasi sekarang rasanya hampir tidak perlu dilakukan lagi. Namun demikian melihat dan membentuk suppositoria dengan tangan merupakan bagian dari sejumlah seni para ahli farmasi.
c.    Menurut RPS 18th hal 1611-1612
1.    Suppositoria Gulung ( yang dibentuk oleh tangan)
Adalah metode tertua dan tersimpel dalam penyiapan bentuk dosis ini, manipulasi membutuhkan keterampilan yang banyak. Natrium menghendaki komplikasi panas dan preparat cetakan proses secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses umum
Ambil jumlah yang ditentukan pada zat kimia, yang berhubungan dengan obat-obatan dan jumlah yang cukup pada minyak theobroma yang diparut/menciut dalam sebuah lesung/lumpang mengurangi bahan-bahan obat-obatan pada sebuah bubuk halus atau jika disusun dengan sari-sari, lunak dan alkohol yang ditambahkan air dan digosok sampai pasta lambat terbentuk jumlah tepat minyak, theobroma yang menciut kemudian ditambah dan sebuah massa menyerupai sebuah massa pil yang dibuat sepenuhnya melalui penggabungan bahan-bahan dengan alat penumbuk, kadang-kadang dengan bantuan sejumlah kecil lemak wol. Ketika massa menjadi belastik dibawah peremasan yang liat alat penumbuk, dengan cepat ini dilepaskan atau dilonggarkan dari lesung dengan spatalase sepotong kertas penyaring yang disimpan antara massa dan tangan-tangan selama prosedur peremasan dan penggulungan. Dengan cepat, gerakan perputaran tangan, massa yangf digulung kesebuah bola yang dengan segera ditempatkan diatas ubin pil silinder suppositoria dibentuk melalui penggulungan massa pada ubin dengan sebuah papan lurus, sebagian dibantu oleh telapak tangan lain jika kondisi memungkinkan “pipa” suppositoria sering kali akan menunjukkan kecenderungan untuk retak dipusat, pengembangan inti lem atau lubang. Ini terjadi ketika massa tidak diremas  dan dilembutkan secukupnya dengan hasil bahwa tekanan papan penggulung tidak dibawah secara keseluruhan massa tetapi didesak terutama pada permukaan panjang silinder biasanya disamakan sekitar 4 spasi pada ubin pil setiap suppositoria. Jadi pembuatan potongan, ketika dipotong hampir suppositoria dengan sudah selesai seandainya pembentukan point (titik) ketika silinder telah dipotong sejumlah pot organ yang tepat dengan spatula, atau dibeberapa kasus bahkan dengan pembentukannya dengan jari-jari untuk memproduksi sebuah titik yang dibulatkan.
2.    Pengempaan Suppositoria Cetak (Lebur) – Metode Preparat
Suppositoria ini juga menghindari panas massa suppositoria, seperti campuran minyak dan obat theobroma yang menciut, dipaksa kesebuah cetakan dibawah tekanan menggunakan alat pemeras yang dioperasikan oleh roda-roda massa dipaksa kepembukaan cetakan, tekanan dilepaskan. Cetakan pada sebuah mesin pengempaan dingin berskala besar dioperasikan secara hedrolik. Jaket air untuk pendinginan dan tekanan diterapkan melalui seber (pengisap) untuk memadatkan atau memampatkan massa menjadi pembukaan cetakan.
d.    Menurut R. Voight hal 291-293
Menurut teknik pembuatannya maka dibedakan antara cara tuang dan cara cetak.
a.    Cara Tuang
Terjadi paling sering untuk penggunaan setelah massa dilebur dan disatukan dengan bahan obat maka, mereka dituang dalam pembentuk untuk menjamin suatu pembekuan yang cepat dan untuk mengurang satu sedimentasi dan bahan obat lebih lanjut. Mak pada peleburan massa diperhatikan bahwa suhu tidak boleh naik terlalu tinggi dan yidak dijumpai leburan jernih, seharusnya banyak dari massa pada penuangan sedapat mungkin menunjukkan visikositas tinggi dan memiliki suatu suhu, yang terletak hanya sedikit diatas titik bekunya. Itu dicapai melalui pemanasan yang sangat berhati-hati (misalnya dengan penyinar infra merah) penting atau bahwa dengan ini massa diaduk intensif secara tetap. Pada penuangan sebaliknya terdapat satu campuran sejenis krim artinya didalam massa sebaliknya terdapat bahan yang melebur pendampingan. Metode ini dinyatakan sebagai cara dileburkan dan lebur jernih, yang hanya dapat diperlukan pada penggabungan besar-besaran adalah lebih disuka, penanganan dari penggabungan suppositoria kecil-kecilan diambil tuang tunggal artinya setiap lubang pembentuk suppositoria diisikan berturut-turut. Pada pembuatan semi industri berlangsung suatu pengisian serempak seluruh lubang dari pembentuk dengan menggunakan perlengkapan berbentuk corong uang cocok sehingga dikatakan suatu ruang massa.
b.    Cara Cetak
Pada cara cetak dikerjakan dengan dasar suppositoria terparut, dengan dicampurkan bahan obat yang diserbuk halus, materi awal yang disiapkan sedemikian diisikan dalam sebuah pencetak suppositori (misalnya pencetak suppositoria universal) dengan menggunakan sebuah torak, yang digunakan melalui sebuah pembuka kecil menjadi bentuknya. Diindustri, peralatan cetak yang digunakan bekerja dengan 10 Mpa (100 cc). Massa suppositoria yang telah dikenal yang umum diperdagangkan semuanya lebih atau kurang cocok untuk pembuatan dari pembuatan suppositoria cetak. Jika dijumpai kesulitan, maka untuk pengurangan kerapatan dimasukkan pembuat lunak (parafin cair, lemak bulu domba).


X.       EVALUASI SUPPOSITORIA
Menurut Lachman hal 1191-1194
1.    Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kesaran meleleh makro dan uji merupakan salah satu ukuran waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C). Sebaiknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak.
2.    Uji Pencahar atau uji waktu melunak dari suppositoria rektal suatu modifikasi yang dikembangkan oleh Krowezyasku adalah uji suppositoria akhir lain yang berguna. Uji tersebut terdiri dari pipa U yang sebagian dicelupkan kedalam penangas air yang bertemperatur konstan. Penyempitan pada satu menahan suppositoria tersebut pada tempatnya dalam pipa.
3.    Uji Kehancuran
Berbagai larutan sudah diuraikan untuk memecahkan masalah kerapuhan suppositoria. Uji kehancuran  dirancang sebagai metode untuk mengukur keregasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berbanding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada suhu 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut. Dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang diletakkan.
4.    Uji Disolusi
Pengujian laju pelepasan zat obat dari suppositoria secara invitro selalu mengalami kesulitan karena adanya pelelehan. Perubahan bentuk dan depresi dari medium disolusi. Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium.

XI.       SPESIFIKASI UNTUK BASIS  SUPPOSITORIA
a.    Menurut Lachman hal 1156-1167
1.    Asal dan Kompressi Kimia
Uraian singkat dari konversi mengungkapkan sumber asal (yakni apakah benar-benar alami atau sintetis, atau produk yang dimodifikasi). Dan susunan kimia ketidak tercampuran basis dengan konstituen-konstituen lain secara fisika atau kimia dapat diramalkan jika komposisi formula yang tepat diketahui, termasuk pengawet, antioksidant dan pengemulsi.
2.    Kisaran Titik Leleh
Karena basis suppositoria merupakan campuran kompleks trigliserida, maka basis suppositoria tersebut tidak mempunyai titik leleh tajam. Karakteristik titik leleh dinyatakan sebagai suatu kisaran yang menunjukkan temperatur dimana lemak mulai meleleh dan temperatur dimana lemak meleleh seluruhnya.

3.    Solid-Fat Index (SFI)
Dari grafik persentase zat padat terhadap temperatur, seseorang dapat menentukan kisaran pemadatan dan kisaran leleh basah, basah lemak juga bersifat leleh, rasa pada permukaan dan kekerasan basis. Basis dengan suhu tetes yang jelas dalam zat padat dan rentang temperatur pendek terbukti rapuh jika meleleh terlalu cepat.
4.    Angka Hidroksil
Angka hidroksil merupakan suatu ukuran posisi yang tidak diesterifikasi pada molekul-molekul gliserida dan mencerminkan kandungan monogliserida dan diglerisida suatu basis lemak, angka ini menunjukkan miligram KOH yang akan menetraksir asam asetat yang digunakan untuk mengesetilasi 1 gram lemak.
5.    Titik Memadat
Harga ini meramalkan waktu yang dibutuhkan oleh basis untuk menjadi padat dan besar adalah cetakan. Pertama-tama sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan. Kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan ke dalamnya.
6.    Mesin Pencetak Otomatis
Pelaksanaan pencetakan (penuangan, pendinginan dan pemindahan) dapat dilakukan dengan mesin. Seluruh pengisian, pengeluaran dan pembersihan cetakan, semua dijalankan secara otomatis produksi suatu mesin putar khusus berkisar antara 3500 sampai 6000 suppositoria per jam.
b.    Menurut Ansel hal 585
1.    Dengan cara mencetak
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode percetakan termasuk :
-       Melebur basis
-       Mencampurkan bahan obat yang digunakan
-       Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
-       Membiarkan leburan menjadi dingin dan mengental menjadi suppositoria
-       Melepaskan suppositoria dengan oleum cacao, gelatin, gliserin, polieleglikol dan basis suppositoria lainnya yang cocok dibuat dengan cara mencetak.
2.    Dengan Cara Kompressi
Suppossitoria dapat juga dibuat dengan menekan massa yang terdiri dari, campuran basis dengan bahan obatnya dalam cetakan khusus memahami obat/mesin pembuat suppositoria. Dalam pembuatan dengan cara kompressi dalam cetakan. Basis suppositoria dan bahan lainnya dalam formula dicampurkan atau diaduk dengan baik, penggeseran pada proses tersebut menjadikan suppositoria lembek seperti kentalnya pasta.
3.    Secara Menggulung dan Membentuk dengan Tangan
Dengan terdapatnya cetakan suppositoria dalam macam-macam ukuran bentuk. Pengolahan suppositoria dengan tangan oleh ahli farmasis, sekarang rasanya hampir tidak pernah dilakukan. Namun demikian melintang dan memuat suppositoria dengan tangan merupakan  bagian dari rendah sejarah seni ahli farmasi.
c.    Menurut R. Voight hal 289-291
1.    Cara Penuangan
Cara ini paling sering digunakan setelah massa melebur dan disatukan dengan bahan obat dituang ke dalam cetakannya. Untuk menjamin perlakuan yang cepat sehingga lebih mengurangi proses sedimentasi bahan obat. Pada saat peleburan massa harus diperlihatkan bahwa suhu tidak naik terlalu tinggi dan tidak membentuk leburan yang jernih bila basis tersebut didinginkan dalam cetakan. Jika interval antara kisaran leleh dan titik memadainya adalah 100C atau lebih. Maka waktu yang dibutuhkan untuk memadatkan dapat diperpendek dengan menambahkan pendingin sehingga prosedur pembuatan lebih efisien.
2.    Angka Penyabunan
Jumlah miligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam-asam bebas dan saponifikasi ester-ester yang dikandung dalam 1 gram lemak adalah suatu indikasi dari tipe (Mono, di dan tri) gliserida dan juga jumlah gliserida yang ada.
3.    Angka Iod
Angka ini mengatakan banyaknya garam iod bereaksi dengan 100 gram lemak atau bahan lain yang tidak jenuh. Peruraian mungkin disebabkan oleh lembab. Asam-asam dan disigen meningkat dengan harga iod yang tinggi.
4.    Angka Alir
Jumlah garam yang dapat dimasukkan dalam 100 gram lemak dinyatakan dengan harga ini. “Angka air” meningkat dengan adanya penambahan zat aktif. Permukaan monogliseridsa dan pengemulsi-pengemulsi lain.
5.    Angka Asam
Banyaknya miligram kalium hidroksida yang diperlukan utnuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram zat dinyatakan dengan harga ini. Angka asam yang rendah atau tidak adanya asam. Penting untuk basis suppositoria yang baik.













1 komentar:

  1. thankz wad Tagnya yah,,,, membantu banget tugas kuliahQ

    eagles'Jovh

    BalasHapus